
Pengalaman Tiga Jam Jelajah Malioboro
Jalan-jalan di Malioboro selama tiga jam menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Malam hari di kawasan ini memberikan suasana yang berbeda dibandingkan siang hari. Dari mulai memasuki area Malioboro hingga akhirnya sampai di titik Nol Kilometer, setiap langkah penuh dengan kesan dan keindahan.
Saya memulai perjalanan dari ujung jalan Malioboro, dekat Stasiun Tugu. Di sini, banyak wisatawan berfoto di tiang papan nama yang memiliki warna hijau khas keraton Yogyakarta. Saya juga tidak ketinggalan untuk mengambil foto, meminta bantuan salah satu pengunjung untuk mengabadikannya. Tiang tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Setelah selesai berfoto, saya melanjutkan perjalanan sepanjang trotoar Malioboro. Di sepanjang jalan, terlihat kursi-kursi yang rapi untuk para wisatawan duduk santai. Lampu-lampu yang indah membuat Malioboro tampak asri dan menyenangkan. Selain itu, suasana kebersihan di sini terjaga dengan baik, membuat pengunjung merasa nyaman.
Tidak lama kemudian, saya menemukan sebuah tempat bernama "Teras Malioboro". Di sini terdapat air mancur yang menambah daya tarik. Banyak orang duduk santai di sekitar air mancur tersebut. Saya langsung masuk ke tempat kuliner yang ada di sebelah kiri. Di dalamnya tersedia berbagai jenis makanan, termasuk nasi gudeg yang menjadi incaran saya.
Pelayan di warung tersebut ramah dan membantu. Saya memesan nasi gudeg dan minum teh panas. Setelah makan, saya bertanya kepada pelayan tentang usia bangunan Teras Malioboro. Ia menjelaskan bahwa tempat ini dibuka pada awal Januari 2025. Meskipun fasilitasnya masih baru, jumlah pengunjung belum sebanyak tempat sebelumnya.
Selain itu, di sekitar area Malioboro juga terdapat grup musik tradisional yang memainkan alat musik angklung. Alunan musik yang menenangkan menarik perhatian banyak wisatawan. Saya pun ikut terpaku beberapa menit, merasakan bagaimana Yogyakarta menjaga tradisi di tengah modernitas.
Langkah saya berikutnya menuju Titik Nol Kilometer. Di sini, banyak pengunjung berfoto dengan latar bangunan kolonial yang anggun. Di sekitar lokasi, terlihat Bajaj online yang sedang parkir. Meskipun jalur Malioboro ditutup untuk kendaraan bermotor, Bajaj online ini tetap bisa digunakan sebagai alternatif transportasi. Tarifnya cukup murah, yaitu sekitar empat ribu rupiah per kilometer.
Di sepanjang trotoar, suasana begitu akrab. Orang duduk santai di bangku panjang, anak muda membaca buku, keluarga kecil menikmati camilan, dan wisatawan bergairah menjelajah. Semua tampak bahagia dalam kesederhanaan suasana malam.
Malioboro selalu menawarkan keindahan yang tak tergantikan. Pagi hari menawarkan udara segar dan ketenangan, sementara sore hingga malam menyuguhkan gemerlap lampu dan ragam kuliner. Meski lapak dan warung tidak lagi diperbolehkan di jalan utama, banyak kuliner lezat menanti di jalan-jalan kecil sekitar Malioboro.
Tiga jam terasa singkat, tapi cukup untuk menyimpan kenangan hangat tentang keramahan, budaya, dan kehidupan yang berdenyut di setiap sudut Malioboro. Tempat ini tak pernah sepi seperti magnet yang menarik wisatawan dari berbagai penjuru Nusantara. Begitu pula wisatawan mancanegara yang mengagumi budaya dan keramahan Yogyakarta.
Mari kita pertahankan Malioboro sebagai salah satu ikon dan kebudayaan Yogyakarta dengan merawat dan menjaga kebersihan.
.png)


Posting Komentar