
Kasus Korupsi Kuota Haji 2024 yang Melibatkan Ratusan Travel
Sebanyak hampir 400 travel perjalanan haji diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji pada tahun 2024. Hal ini diungkap oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu, yang menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami penjualan kuota haji khusus yang dilakukan masing-masing travel.
Asep menjelaskan bahwa setiap travel memiliki cara berbeda dalam menjual kuotanya, sehingga proses penyidikan memakan waktu cukup lama. "Kita harus betul-betul firm dan ini beda-beda, masing-masing travel itu beda-beda menjual kuotanya," ujarnya saat menghadiri acara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2025).
Banyaknya travel atau biro perjalanan yang terlibat dalam kasus ini membuat penanganan perkara menjadi lebih kompleks. "Itu kan hampir 400 travel (haji) yang membuat ini (penanganan kasus) juga agak lama. Orang menjadi tidak sabar, kenapa enggak cepat diumumkan (tersangka)," tambah Asep.
Selain itu, penyidik juga sedang mempelajari aliran uang dalam kasus tersebut, yang juga memakan waktu lama. Oleh karena itu, KPK tidak ingin gegabah dalam menangani kasus ini, karena mereka yakin ada "juru simpan" yang mengelola uang tersebut.
"Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini, karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini kemudian berpindah dan berhentinya di siapa, karena kami yakin bahwa benar ada juru simpannya. Artinya, berkumpul di situ," jelas Asep.
Modus Jual-Beli Kuota Haji Khusus
Selain kasus dugaan korupsi kuota haji, KPK juga mengungkap beberapa modus lain yang digunakan dalam kasus ini. Salah satu modus adalah adanya calon jemaah haji yang seharusnya berada di urutan akhir, tetapi tetap bisa berangkat pada 2024. Modus ini terungkap saat KPK memeriksa saksi bernama Moh Hasan Afandi, yang merupakan Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji.
"Saksi didalami bagaimana secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Selain itu, ada dugaan modus lain di mana calon jemaah haji yang sudah mengantre hanya diberikan waktu selama lima hari untuk pelunasan ibadah haji pada 2024. Mepetnya waktu pelunasan diduga bertujuan agar kuota haji khusus sulit terserap, sehingga dapat diperjualbelikan kepada calon jemaah haji yang sanggup membayarnya.
"Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantri sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (travel haji) yang sanggup membayar fee," ujar Budi.
Aturan Kuota Haji dan Dugaan Pelanggaran
Berdasarkan Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen. Pada tahun 2024, Indonesia mendapatkan kuota tambahan sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi.
Dari kuota tambahan sebanyak 20.000 itu, seharusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler. Lalu, 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus. Namun faktanya pada 2024, persentasenya dibagi 50:50, menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus yang diteken lewat Surat Keputusan (SK) Menteri.
Dalam kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun.
KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
Posting Komentar