
Kebijakan Royalti Lagu Mengundang Perdebatan di Kalangan Pengusaha
Di Kabupaten Lumajang, kebijakan penarikan royalti lagu untuk hotel, restoran, dan kafe masih menjadi topik yang memicu pro dan kontra di kalangan pengusaha. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang, Yuli Harismawati, menyampaikan bahwa sekitar 1.400 pengusaha kuliner di wilayah ini merasa resah terhadap polemik royalti yang sedang berlangsung.
Meskipun saat ini penarikan pajak royalti belum diterapkan pada pengusaha resto dan hotel di Lumajang, namun kekhawatiran tetap muncul. Hal ini disebabkan oleh adanya kasus serupa di Bali, di mana beberapa tempat usaha mengalami masalah dengan penarikan royalti. Menurut Yuli, hal ini membuat para pemilik usaha khawatir meskipun mereka memahami bahwa tidak semua lagu akan dikenali jika tidak didengarkan.
Untuk memberikan rasa aman kepada para pemilik usaha, pemerintah setempat mengimbau agar mereka memutar lagu-lagu tradisional. Lagu-lagu tersebut mencakup khas Lumajang maupun Jawa Timur. Pemerintah Provinsi juga telah mengeluarkan surat edaran yang disampaikan kepada para pemilik usaha tentang pentingnya memutar lagu-lagu Jawa Timuran seperti karawitan dan lainnya.
Tujuan Meningkatkan Kebudayaan Lokal
Selain sebagai antisipasi terhadap kemungkinan penarikan royalti, penggunaan lagu tradisional juga bertujuan untuk meningkatkan popularitas kebudayaan lokal. Meski dalam surat edaran tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan tujuan untuk menghindari royalti, langkah ini dianggap sebagai upaya pemerintah dalam mengantisipasi situasi yang mungkin terjadi.
Namun, Yuli mengakui bahwa imbauan menggunakan lagu daerah dan tradisional untuk diputar di kafe dan resto akan menjadi perdebatan lanjutan di kalangan pengusaha. Banyak dari mereka memiliki konsep bisnis yang tidak sepenuhnya sesuai dengan tema tradisional. Beberapa tempat memiliki konsep modern yang ditujukan untuk segmen pasar anak muda.
Tantangan dan Solusi yang Dicari
Dalam menghadapi tantangan ini, Dinas Pariwisata Lumajang akan melakukan sosialisasi kepada para pengusaha sambil menyusun usulan ke pemerintah pusat terkait penerapan royalti yang tidak memberatkan pengusaha lokal. Yuli menjelaskan bahwa jika tempat nongkrong memiliki tema tradisional, maka hal itu bisa diterima dengan baik. Namun, bagi tempat yang memiliki konsep kekinian, kemungkinan besar akan menunjukkan ketidaksetujuan.
Pihak Dinas Pariwisata akan terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada para pengusaha sambil menunggu keputusan resmi dari pemerintah pusat. Selain itu, keluhan dari para pengusaha juga telah disampaikan kepada pemerintah pusat melalui provinsi.
Kesimpulan
Kebijakan penarikan royalti lagu memang membawa berbagai implikasi bagi para pengusaha. Di satu sisi, kebijakan ini dapat menjadi ancaman finansial, namun di sisi lain, ia juga memberikan peluang untuk melestarikan kebudayaan lokal. Dengan pendekatan yang tepat, pemerintah dan pengusaha dapat bekerja sama untuk menciptakan keseimbangan antara perlindungan hak cipta dan keberlanjutan bisnis.
Posting Komentar