P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Media Asing Tertarik pada Ekspektasi dan Realitas Liburan Bali

Featured Image

Bali, Antara Ekspektasi dan Realita

Bali, pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan budaya yang kaya, telah menjadi destinasi wisata global sejak film Eat, Pray, Love yang dibintangi oleh Julia Roberts dirilis pada awal 2000-an. Film ini tidak hanya memperkenalkan Bali ke dunia internasional, tetapi juga membangun bayangan tentang "Shangri-La spiritual" yang menarik banyak wisatawan untuk berkunjung.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Bali menghadapi tantangan besar karena perubahan yang terjadi di pulau ini. Media sosial penuh dengan unggahan yang menunjukkan perbedaan antara ekspektasi dan realitas. Ada foto-foto romantis yang menampilkan matahari terbenam di tepi pantai, tetapi di sampingnya terdapat tumpukan sampah yang menggunung. Ada juga foto minuman smoothie segar yang kontras dengan pemandangan jalan raya yang macet dan kepulan asap kendaraan bermotor.

Banyak wisatawan yang datang ke Bali dengan harapan akan menemukan ketenangan spiritual, tetapi justru dihadapkan pada keramaian, kemacetan, dan pembangunan yang semakin marak. Salah satu wisatawan yang merasa kecewa adalah Zoe Rae. Ia datang ke Bali dengan ekspektasi tinggi setelah melihat keindahan pulau ini melalui media sosial. Namun, setibanya di sana, ia merasa tidak menemukan apa yang ia bayangkan. Bahkan, ia memilih memesan penerbangan mendadak ke Dubai dan merayakan ulang tahunnya di sana.

Kreator konten asal Inggris yang tinggal di Bali, Hollie Marie, mengingatkan bahwa ekspektasi wisatawan bisa menjadi bumerang. Menurutnya, banyak orang datang ke Bali dan hanya berada di area tertentu karena ingin melihat kafe yang menarik atau tempat-tempat Instagramable. Mereka justru melewatkan kekayaan budaya yang ada di Bali.

Marie menambahkan bahwa Bali masih menyimpan keindahan alamnya, seperti menyaksikan lumba-lumba, menyelam, atau menikmati lanskap subuh di sisi utara. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Canny Claudya, wisatawan yang pindah dari Jakarta ke Bali. Ia mengatakan bahwa jika seseorang merasa Bali terlalu padat, maka ia tidak berada di tempat yang tepat.

Perubahan Wajah Bali

Penduduk setempat mengatakan bahwa pulau mereka telah berubah karena tuntutan pariwisata. Peneliti Bali, I Made Vikannanda, mengatakan bahwa ketika wisatawan mengatakan mereka kecewa dengan Bali yang lebih padat, itu juga karena kepadatan wisatawan itu sendiri. Sementara itu, warga setempat Ni Kadek Sintya mengenang masa-masa ia biasa mengendarai skuternya melewati jalanan sepi Canggu, melewati sawah tempat ia biasa istirahat makan siang. Namun, lima tahun kemudian, tempat itu kini menjadi salah satu kemacetan lalu lintas terparah di Bali.

Perubahan wajah Bali terjadi karena meningkatnya pariwisata. Hotel, kafe, dan bar telah menyebar dari bagian selatan pulau yang padat. Destinasi paling populer terbaru adalah Canggu, sebuah desa nelayan yang dulunya sepi, kini telah menjadi magnet bagi para peselancar dari seluruh dunia. Canggu mengikuti jejak daerah lain, dari Uluwatu hingga Seminyak, yang telah berubah karena wisatawan mencari "permata tersembunyi" baru.

Belum lagi, hampir setiap bulannya ada turis nakal yang menjadi berita utama. Wisatawan mancanegara terlibat kecelakaan serius setelah naik skuter dalam keadaan mabuk atau tanpa helm. Beberapa warga asing bahkan dideportasi karena telanjang di tempat suci di Bali. Kepala Badan Narkotika Nasional Indonesia baru-baru ini memperingatkan adanya masalah yang berkembang di mana warga Rusia dan Ukraina terlibat dalam kegiatan kriminal di Bali.

Bali Korban dari Kesuksesannya Sendiri

Selama ini, Bali telah berubah menjadi pusat kehidupan malam yang menawarkan kemewahan paling tinggi. Meski demikian, ledakan pariwisata tidak menghasilkan keuntungan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi Bali menurun menjadi 5,5 persen pada 2024 dari 5,7 persen pada 2023, sebagian disebabkan oleh penurunan rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara.

Kemacetan lalu lintas memadati jalan dan Kawasan ramai, seperti Canggu. Para investor asing yang membangun vila-vila menggerogoti ketenangan sawah terasering yang awalnya menjadi cikal bakal Bali. Kehidupan penduduk setempat juga telah berubah secara substansial. Pekerjaan konstruksi mengancam struktur rapuh pura-pura suci Hindu di pulau ini, dan air semakin sulit didapat. Lebih dari 65 persen air tawar Bali disalurkan ke resor dan kolam rendam, yang menyebabkan ekstraksi berlebihan karena desa-desa beralih menggunakan air tanah.

Posting Komentar

Posting Komentar