P4GXIpU6yeYF5fMCqPZCp42UuY5geVqMNRVk86R4
Bookmark

Translate

Liburan ke Eropa: Persiapan yang Melelahkan

Featured Image

Persiapan Perjalanan ke Eropa

Berlibur ke Eropa selama ini menjadi impian yang sangat ingin saya wujudkan. Meskipun sebelumnya saya pernah mengunjungi beberapa negara di Eropa, itu terjadi jauh sebelum sistem visa Schengen diberlakukan. Saat itu, setiap negara yang akan dikunjungi harus diajukan visa secara terpisah. Kini, dengan adanya visa Schengen, prosesnya lebih mudah dan efisien. Namun, meski sudah lama menunda rencana ini, akhirnya pada awal tahun 2025, ide untuk berkunjung ke Eropa kembali muncul.

Pada awalnya, rencana adalah pergi ke negara-negara Skandinavia bersama seorang teman. Tiket dan informasi tempat-tempat wisata telah kami cari. Namun, satu orang lain yang juga akan ikut membatalkan rencana karena ada acara penting yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya, hanya saya dan teman tersebut yang berangkat. Tapi, tiba-tiba ia berubah pikiran dan mengajak saya ke Eropa Barat seperti Italia, Belanda, Prancis, dan negara-negara lain. Saya setuju karena Italia adalah negara impian yang ingin saya kunjungi. Kami kemudian mengajak teman ketiga yang antusias. Namun, lagi-lagi rencana berubah, kali ini menuju Asia Tengah. Saya setuju, tapi teman ketiga tidak tertarik. Ia bukan tipe petualang.

Akhirnya, tujuan kami berubah lagi ke Taiwan. Setelah menanyakan kepada teman ketiga apakah dia mau ikut, dia menolak dan tetap ingin ke Eropa. Akhirnya, saya dan dia sepakat pergi ke Eropa, terutama Italia, pada bulan Oktober karena cuacanya nyaman dan bukan musim panas. Ia juga ingin melakukan ziarah ke Porta Sancta.

Menjelang keberangkatan, saya cukup sibuk karena harus mempersiapkan dua rencana perjalanan: ke Taiwan dan Eropa. Teman saya (C) termasuk orang yang sangat detail dalam segala hal, sedangkan saya lebih santai. Namun, karena proses visa, saya harus mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Tiket dibeli melalui agen perjalanan, meskipun harganya agak mahal dan tidak bisa dikembalikan. Jumlah uang yang hilang jika visa ditolak cukup besar. Kemudian, saya diminta membuat itinerary. Untungnya, saya menggunakan bantuan chat GPT untuk membuat rincian perjalanan.

Mencari negara mana yang paling mudah dalam pengajuan visa juga membutuhkan banyak pertimbangan. Akhirnya, kami memilih mengajukan visa di kedutaan Austria karena prosesnya cepat sesuai saran teman. Awalnya, Austria tidak masuk dalam itinerary, tapi karena kami ingin masuk ke Eropa dari sana, itinerary pun diubah. Beberapa negara diganti dengan Austria, dan saya menambahkan dua negara lain yang menurut saya menarik dan memiliki pemandangan indah. Teman saya setuju dengan perubahan tersebut.

Setelah semua dokumen lengkap, saya mengurus asuransi perjalanan. Saya masih santai dalam mengurus dokumen karena fokus pada rencana perjalanan ke Taiwan. Ketika kembali dari Taiwan, saya mulai mengurus visa. Visa saya disetujui dalam waktu dua minggu sesuai dengan informasi dari kedutaan. Namun, teman saya mengalami kesulitan karena visa-nya belum keluar meski sudah satu bulan. Setelah menunggu sampai akhir Agustus, ternyata ada dokumen yang tidak lengkap. Setelah melengkapi dokumen tersebut, visa akhirnya keluar, meski memakan waktu dua bulan.

Sepuluh hari sebelum keberangkatan, kami bertemu untuk memperbaiki itinerary. Kesalahan terjadi karena teman saya salah melihat tanggal. Tiket kereta yang saya pesan untuk hari kedua di lokasi baru ternyata salah. Karena tiket tidak bisa diubah atau dikembalikan, saya harus menambah satu hari di Austria dan mengurangi satu hari di tempat lain. Booking hotel juga harus diubah, namun untungnya masih bisa dilakukan tanpa biaya tambahan.

Setelah semua persiapan selesai, kami tinggal menunggu hari keberangkatan dan memulai petualangan di negara asing.

0

Posting Komentar